I.
SISTEM
BERMADZHAB DALAM NU
A.
Pengertian
Madzhab
Madzhab
menurut bahasa berarti jalan, aliran, pendapat atau paham, sedangkan menurut
istilah madzhab adalah metode dan hukum-hukum tentang berbagai macam masalah
yang telah dilakukan, diyakini dan dirumuskan oleh imam mujtahid.
Jadi,
bermadzhab adalah mengikuti jalan berpikir salah seorang mujtahid dalam
mengeluarkan hukum dari sumber Al-Qur’an dan hadits.
Setiap orang Islam diwajibkan mempelajari ajaran agamanya dan memahami hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan hadits. Namun kenyataannya tidak setiap orang mampu memahami dan mengamalkan isi kandungan dari dua sumber tersebut. Hanya sebagian saja yang mampu melakukan hal tersebut, dengan beberapa persyaratan yang ketat agar hasil ijtihadnya benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya para imam-imam madzhab, yakni Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ibnu Hambali
B.
Dasar Hukum
Bermadzhab
1. Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an
ada petunjuk yang menjadi dasar perintah kewajiban mengikuti madzhab, yakni
perintah Allah, agar kita mentaati Allah dan Rasul-Nya serta Ulil Amri. Kata “Ulil
Amri” adalah orang yang memimpin atau memerintah, dan termasuk di dalamnya
para ulama (ahli Ilmu), secara lebih khusus kita diperintah untuk mengikuti
jalan pikiran para ulama, yakni bermadzhab.
2. Al-Hadits.
Disebut dalam
banyak hadits agar kita mengikuti golongan paham yang paling besar dari umat
Islam. itu dikarenakan kelompok paling besar (mayoritas) kemungkinan sangat
kecil sekali untuk membuat kesepakatan guna menyeleweng hukum-hukum Islam.
3. Ijma’
Ijma’ adalah
kesepakatan pendapat para ahli mujtahid pada suatu zaman sepeninggal Rasulullah
mengenai suatu ketentuan hukum syariah.
Jumhur
ulama berpendapat bahwa ijma’ adalah merupakan metode penetapan hukum yang
wajib diamalkan.
C. Sistem Bermadzhab
Bermadzhab
pada masa sekarang ini tidak dapat dihindarkan lagi. Di kalangan Ahlussunah Wal
jamaah bermadzhab merupakan suatu pilihan yang dilakukan oleh setiap muslim
yang tidak berstatus sebagai mujtahid muthlaq. Pada dasarnya bermadzhab tidak
bertentangan dengan sistem ijtihad dan sistem taqlid, tetapi justru untuk
mengkombinasikan antara keduanya sesuai dengan proporsinya.
Dalam
pandangan Ahlussunah wal jama’ah ada empat madzhab yang dianggap mu’tabar yang dikenal dengan
“Al Madzaahibul Arba’ah”. Empat madzhab, ini adalah madzhab yang
dianut mayoritas umat Islam dunia, yang secara tegas membela dan mengamalkan
sunnah Nabi Muhammad SAW.
Ada
tiga kelompok dengan pandangan masing-masing terhadap madzhab, yaitu :
1.
Kelompok yang
berkeyakinan bahwa bermadzhab merupakan satu-satunya cara yang menjamin untuk
memahami dan menjalankan ajaran atau hukum dari Al-Qur’an dan hadits.
2.
Kelompok yang
secara serius menghapus madzhab-madzhab dan sistem bermadzhab serta mengajak
langsung memahami Al-Qur’an dan hadits.
3.
Para ulama
nahdlatul ulama telah berhalaqoh di ponpes Denanyar Jombang untuk merumuskan
pokok-pokok pendirinya mengenai madzhab dan bagaimana bermadzhab itu.
Adapun hasil keputusannya adalah sebagai berikut :
a. Sistem bermadzhab adalah
cara yang terbaik untuk memahami dan mengamalkan ajaran atau hukum Islam dari
Qur’an dan hadits.
b. Madzhab adalah :
1.
Manhaj
(metode) yang digunakan oleh seorang Mujtahid dalam menggali (Istimbath)
ajaran / hukum Islam dari Al-Qur’an dan hadits.
2.
Aqwal
(ajaran/hukum) adalah hasil istimbath dari seorang mujtahid.
c. Bermadzhab adalah mengikuti suatu madzhab, dengan cara :
1.
Bagi orang awam bermadzhab secara “qauli”
2. Bagi orang yang punya perangkat keilmuan
tetapi belum mencapai tingkat mujtahid mutlak mustaqil, bermadzhab secara manhaji
d. Bermadzhab manhaji
dilakukan dengan istimbath jama’i dalam hal-hal yang tidak
ditemukan “aqwalnya” (ajaran/hukum) dalam empat madzhab oleh para
ahlinya.
e. Bermadzhab secara “manhaji”
maupun “qauli” hanya dilakukan dalam lingkup madzhab Hanafi, Maliki,
Syafi’I dan Hambali.
II.
TAQLID
A.
Arti Taqlid
Taqlid adalah
mengikuti pendapat seorang mujtahid yang diyakini pendapat dan pemikirannya,
karena pendapat cemerlang tersebut bersumber dan sesuai dengan Al-Qur’an dan
hadits.
B.
Hukum Taqlid
Berlaku taqlid
dibenarkan oleh agama Islam sebagaimana firman Allah SWT yang artinya “maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui
dalil-dalilnya”.
C.
Taqlid Dalam perspektif NU
Taqlid bagi NU dengan
pengertian yang telah didefinisikan di atas dan ditulis dalam berbagai
kitab-kitab Syafi’iyah adalah mengambil atau mengamalkan pendapat orang lain
tanpa mengetahui dalil-dalilnya.
Taqlid
dalam perspektif NU adalah merupakan pengamalan ajaran agama Islam dengan cara
mengikuti beberapa pendapat ulama (syafi’iyah) yang proses pembelajarannya
melalui silsilah sanad yang langsung berturut-turut sampai kepada
penulisnya bahkan sampai kepada imam Syafi’i.
III.
ITTIBA’ TARJIH
DAN TALFIQ
A.
ITTIBA’
Ittiba’
adalah orang yang mengikuti pendapat mujtahid dengan mengetahui dalil-dalilnya.
Orang demikian disebut muttabi’, yaitu orang yang tidak mampu
berijtihad, tetapi mengetahui dalil-dalil para mujtahid. Mereka disebut
pula “muhaqqiqun” yaitu orang
yang mampu meneliti, memeriksa dan menyelidiki mana pendapat yang lebih kuat
dan lemah. Dan mereka dapat memilih pendapat-pendapat yang sehat (sohih
maqbul), dan meninggalkan pendapat yang lemah (dho’if). Karena itu
selain Al-Qur’an, sunnah Nabi, qoul, dan amal para sahabat, serta hasil
ijtihad beberapa tabi’in dan para imam madzhab, para muttabi juga menjadi
hujjah dalam agama dan ilmu syari’ah
B.
TARJIH
Tarjih
adalah menguatkan salah satu dari dua dalil atas lainnya, sehingga diketahui
yang lebih kuat, kemudian diamalkannya, dan disishkan yang lainnya atau tarjih
berarti memenangkan salah satu diantara dua dalil yang bertentangan, karena
ternyata yang satu lebih kuat daripada yang lainnya. Dalam tarjih, ada dua
istilah yang perlu diketahui :
a.
Yang lebih kuat
disebut “rajih”
b. Yang lemah disebut “marjih”
Sebagian
hukum syara’ , banyak yang dihasilkan dengan jalan ijtihad, yang dalilnya
kebanyakan bersifat “dhonny”, sedangkan dalil-dalil dhonny ada
yang tampak pada lahirnya, satu dengan yang lain bertentangan dan tidak dapat
dikompromikan, sehingga para ulama terpaksa memilih salah satunya yang lebih
kuat.
C.
TALFIQ
Talfiq
adalah beramal dalam suatu masalah menurut hukum yang merupakan gabungan dari
dua madzhab atau lebih. Contohnya tentang wudlu, yaitu urusan niat dan mengusap
kepala :
a.
Menurut madzhab
Hanafi, niat tidak wajib dan kepala harus diusap minimal seperempatnya.
b.
Menurut madzhab
Syafi’I, niat wajib dan kepala harus diusap sebagian kecil.
c.
Menurut madzhab
Maliki, niat wajib, dan kepala harus diusap seluruhnya.
d.
Menurut madzhab
Hambali, niat wajib dan kepala harus diusap seluruhnya.
Seandainya
ada yang berwudlu tanpa niat (mengikuti madzhab Hanafi) dan hanya mengusap
sehelai rambutnya (Syafi’i mengikuti madzhab), maka melakukan demikian disebut Talfiq.
Madzhab Syafi’i tidak membenarkannya karena tidak niat. Madzhab Hanafi tidak
membenarkannya karena kepada diusap kurang dari seperempatnya. Begitu pula
madzhab Maliki dan Hambali, tidak membenarkannya karena tidak ada niat kepala
tidak diusap seluruhnya.
IV.
PRINSIP-PRINSIP
AJARAN MADZHAB DALAM NU
A.
Ajaran Ahlus
Sunnah Wal jama’ah di Bidang Aqidah
Golongan
ahlussunah wal jama’ah dalam bidang akidah mengikuti rumusan imam Al-Asya’ari
yang meliputi enam perkara yang lebih dikenal degan rukun iman.
Beberapa
contoh rumusan akidah Ahlus sunnah wal jama’ah adalah sebagai berikut :
1.
Allah mempunyai
sifat-sifat yang sempurna, sifat wajib adalah sifat-sifat yang harus ada pada
Allah SWT yang berjumlah 20, sifat mustahil adalah sifat-sifat yang tidak boleh
ada pada Allah yang berjumlah 20, dan sifat jaiz bagi Allah yang berjumlah 1
(satu) yaitu Allah itu boleh menciptakan sesuatu atau tidak.
2.
Ahli kubur
dapat memperoleh manfaat atas amal
sholeh yang dihadiahkan orang mukmin yang masih hidup kepadanya seperti bacaan
Al-Qur’an, dzikir, dan lain-lain.
3.
Orang mukmin
yang berdosa dan mati, nasibnya diakhirat terserah Allah, apakah akan diampuni
atau mendapat siksa dahulu neraka yang bersifat tidak kekal.
4.
Rezeki, jodoh,
ajal, semuanya telah ditetapkan pada zaman azali. Perbuatan manusia telah
ditakdirkan oleh Allah, tetapi manusia wajib berikhtiar untuk memilih amalnya
yang baik.
5.
Surga dan
neraka serta penduduknya akan kekal selama-lamanya.
Dan masih
banyak prinsip-prinsip pokok akidah yang lain.
B.
Ajaran Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah di Bidang Syari’ah
Dalam bidang
syari’ah (fiqih) kaum Ahlus sunnah Wal jama’ah berpedoman pada empat madzhab
(Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). Hal-hal yang perlu diketahui adalah :
1.
Membaca
sholawat berarti menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.
2.
Menyentuh dan
membawa Al-Qur’an harus suci dari hadats kecil dan besar.
3.
Membaca tahlil,
sholawat, surat yasin disunnahkan.
4.
Membaca do’a
qunut pada sholat shubuh disunnahkan.
5.
Membaca
Al-Qur’an di kuburan dibolehkan dan disunnahkan.
6.
Sholat fardlu
yang tertinggal atau lupa tidak dikerjakan wajib diqadla.
7.
Ziarah kubur
hukumnya sunnah bila bertujuan untuk mengambil pelajaran dan mengingat akhirat
dan untuk mendo’akan orang Islam, dan lain-lain.
C.
Ajaran
Ahlussunnah Wal jama’ah di Bidang Akhlaq
Kaum
Ahlus sunnah Wal Jama’ah dalam bidang akhlaq atau tasawuf mengikuti imam Abu
Qasim Al-Junaidi dan Imam Ghozali berkata “bahwa tujuan memperbaiki akhlaq
itu adalah untuk membersihkan hati dari kotoran hawa nafsu dan marah, sehingga
hati menjadi suci bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya Tuhan”.
Menurut
imam Junaidim ada tiga tingkat dasar dalam menempuh tarekat :
1.
Takhali,
yaitu mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela baik lahir maupun batin.
2.
Tahali, yaitu
mengisi diri dan membiasakan diri dengan sifat-sifat terpuji.
3.
Tajalli,
yaitu mengamalkan sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
D.
Ajaran Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah di Bidang Sosial Kemasyarakatan dan Politik
Dalam
bidang sosial kemasyarakatan dan politik, kaum Ahlus Sunnah Wal jama’ah
mampunyai prinsip dan ciri khas yang berbeda dengan golongan lain. Dalam
beberapa hal ada persamaan pendapat dan dalam hal lainnya ada perbedannya. Hal
ini tampak jelas dalam beberapa masalah, antara lain :
1.
Masalah Khilafiyah
Dalam masalah kepemimpinan dan pemerintahan wajib ditegakkan
sebagai pewaris kepemimpinan Rasulullah SAW. namun bentuk kongkritnya
diserahkan kepada umatnya sendiri, sebab dalam mengurus urusan dunia, ajaran
Islam menyerahkannya pada umat dengan jalan bermusyawarah untuk memperoleh
hasil yang terbaik dan bermanfaat.
Allah berfirman yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman
Taatlah kamu sekalian kepada Allah dan kepada Rasul-nya dan ulil Amri dari kamu
sekalian” (Qs. An-Nisa’ : 59)
Yang dimaksud ulil amri adalah khalifah penguasa yang
kepemimpinannya wajib diikuti oleh rakyatnya, kewajiban mentaati disini dengan
syarat pemerintahan harus dijalankan atas dasar prinsip kebenaran dan berlaku
adil.
2.
Masalah
Persaudaraan dan Perbedaan Pendapat
Pendirian Ahlussunnah Wal jama’ah bahwa semua muslim adalah
bersaudara dan jika, terjadi perbedaan pendapat (perselisihan) diusahakan “islah”
(berdamai), menurut prosedur yang telah ditetapkan. Jika terjadi perselisihan
dan kesalahan hasur dicari jalan keluarnya dan diperbaiki menurut tata cara
yang disepakati.
3.
Masalah Dosa
Perbuatan dosa adalah perbuatan yang dilakukan tidak berdasarkan
perintah agama dan bertentangan dengan ajaran agama ahlus Sunnah Wal Jama’ah
berpendirian bahwa setiap orang yang menyekini kebenaran syahadatain. Betapa
besar dosanya, dia tetap dianggap sebagai muslim. Agar supaya kita tidak
terjerumus dalam perbuatan dosa baik kecil maupun besar, maka perlu menyadari
akibat perbuatan dosa yang kita lakukan. Dengan demikian kita dapat
mengendalikan hawa nafsu dan berpikir lebih jauh setiap tindakan yang akan
dilakukan dan akibatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar