Jumat, 05 Desember 2014

Prinsip Perjuangan IPNU (P2IPNU)

Tidak ada komentar:

I. Mukadimah
Manusia adalah hamba Allah (abdullah) sekaligus pemimpin (khalifatullah filardh). Sebagai hamba, kewajibanya adalah beribadah, mengabdi kepada Allah swt, menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.  Sebagai khalifah, tugasnya adalah meneruskan risalah kenabian, yakni mengelola bumi Alloh swt. Keduanya terkait, tidak terpisah, dan  saling menunjang. Mencapai salah satunya, dengan mengabaikan yang lain, adalah kemustahilan. Keduanya juga terikat oleh konteks kesejarahan yang senantiasa bergeser. Inilah amanah suci setiap
insan.
Dalam kitab suci Al Qur’an, ditegaskan, makna manusia sebagai khalifah memiliki dimensi sosial (horizontal), yakni mengenal alam (QS 2:31), memikirkannya (QS 2: 164) dan memanfaatkan alam dan isinya demi kebaikan dan ketinggian derajat manusia sendiri (QS 11:61). Sedangkan fungsi manusia sebagai abdullah memiliki dimensi ilahiah (vertical) yaitu mempertanggungjawabkan segala perbuatan dan ucapan di hadapan Allah swt.
Risalah ini sudah dimulai sejak dahulu kala, sejak nabi Muhammad saw memperkenalkan perjuangan suci yang mengubah peradaban gelap menuju peradaban yang tercerahkan. Tugas suci yang mulia ini telah dilaksanakan para pejuang, para leluhur  kita, yang menjawab tantangan zamannya, sesuai dengan dinamika zamannya. Sekarang, setelah sekian lama abad risalah tersebut berjalan, manusia dihadapkan oleh tantangan baru. Zaman telah bergeser. Seiring dengan itu juga terjadi pergeseran tantangan zaman. Tugas untuk menjawab tantangan ini, jelas, bukan tanggung jawab generasi terdahulu, melainkan tugas generasi sekarang.
Tantangan tersebut berada dalam  tingkatan internasional, nasional, dan lokal.  Tantangan tersebut mencakup dataran keagamaan, politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga pendidikan. Perkembangan sosial yang pesat dalam berbagai dataran tersebut tidak  identik dengan naiknya derajat peradaban manusia. Sebaliknya, berbagai ketidakadilan sosial yang begitu besar dan kasat mata kita temukan dalam setiap dataran. Karenanya, perjuangan keislaman dalam konteks kebangsaan Indonesia senantiasa bergulir setiap waktu, tidak pernah usai. Saat ini, tantangan itu begitu nyata, begitu berkesinambungan dan meluas. Sebagai generasi pelajar yang mewarisi ruh perjuangan panjang di negeri ini, IPNU terpanggil untuk memberikan yang terbaik bagi tanah air tercinta. Bagi IPNU, hal ini adalah tugas suci dan kehormatan yang diamanahkan oleh Allah swt.
Menghidupi cita-cita perjuangan dan tantangan sosial tersebut mendorong IPNU untuk merumuskan konsepsi ideologis  (pandangan hidup yang diyakininya) berupa Prinsip Perjuangan IPNU sebagai  landasan berfikir, analisis, bertindak, berperilaku, dan berorganisasi. Prinsip Perjuangan IPNU adalah perwujudan dari tugas pesan kenabian dalam konteks IPNU.

II. Landasan Historis
  1. Kondisi IPNU fase pendirian dan dinamika perubahan
IPNU yang lahir pada tanggal 24 Februari 1954 M, bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir 1373 H, hingga menjelang kongres XI tahun 1988 mempunyai kepanjangan “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama". Sesuai dengan namanya, maka dalam rentang waktu tersebut, pembinaan IPNU tertuju hanya pada pelajar-pelajar NU yang masih muda dan duduk di bangku sekolah. Pusat keanggotaan IPNU berada di lingkungan sekolah milik NU. Perubahan zaman, situasi, dan kondidi yang bersifat dari dalam dan dari luar,  ikut mempengaruhi perkembangan organisasi.  Hal ini menuntut para pengurus IPNU untuk tanggap dan kritis terhadap perkembangan tersebut. Dari sinilah Kongress X IPNU akhirnya berhasil menetapkan Deklarasi Jombang tentang perubahan nama, sehingga menjadi “Ikatan  Putra Nahdlatul Ulama”. Dengan perubahan nama tersebut, maka perubahan dalam berbagai sektor pun tidak dapat dielakkan. Pembinaan IPNU tidak lagi hanya terbatas pada warga NU yang berstatus pelajar, melainkan mencakup semua putra NU.

  1. Kondisi  IPNU sebelum Khittah
IPNU adalah suatu organisasi kemasyarakatan (ormas) dan sangat diharapkan oleh Nahdlatul Ulama, sebagai organisasi induknya, yang telah melangkah menuju kemajuan dan bahkan pernah mencapai zaman keemasan yang diakui masyarakat (pada masa keemasan NU). Keperkasaan IPNU sebagai kader pelajar NU dari berbagai disiplin ilmu pada akhirnya tidak dapat dipertahankan, sehingga berbagai  program yang telah digariskan oleh garis perjuangan dan strategi organisasi gagal diterapkan secara tuntas. Hal ini terjadi disebabkan oleh karena berbagai persoalan mendasar, sehingga kader-kader  NU yang sangat besar jumlahnya harus gugur perlahan tanpa sempat berkembang dan mewujudkan kemampuan yang dimilikinya. Salah satu akar dari kondisi tersebut, selain kondisi dari dalam tubuh IPNU yang belum memiliki kinerja yang kuat,  terkait erat dengan organisasi induknya NU, yang pada saat itu terbawa arus politik. Arus politik yang begitu besar menyebabkan perhatian dan penguatan terhadap umat menjadi melemah dan terbengkalai.  Inilah yang menciptakan iklim tidak sehat bagi organisasi, sehingga banyak yang jera terhadapnya. Pada sisi lain, tekanan politik terhadap NU memaksa kader IPNU harus memakai baju dan simbol lain dalam pergaulannya di masyarakat.

3.              Kondisi  IPNU Setelah Khittah

Perkembangan IPNU pasca-Khittah NU dan Kongres Jombang sangat menggembirakan. Khittah NU telah menciptakan iklim yang mendukung bagi pengembangan organisasi dan pemberdayaan  masyarakat. Hal ini ditandai dengan dengan semaraknya kegiatan NU dan badan-badan otonomnya, termasuk IPNU. Usaha memperteguh organisasi, pengetahuan, dan pandangan hidup, dilakukan terus menerus untuk meningkatkan mutu organisasi. Sebagai badan mandiri NU, IPNU aktif melakukan kegiatan-kegiatan  antara lain penataan kembali perangkat-perangkat yang menunjang organisasi, kaderisasi, dan pengembangan rintisan kerja sama dengan berbagai pihak. Namun demikian, disadari hal-hal tersebut belum mencapai yang terbaik.

  1. Kondisi IPNU era Reformasi
Di era reformasi IPNU dituntut  lebih cepat responsif di tengah arus perubahan yang tidak menentu, di tengah iklim pragmatisme sesaat dalam berpolitik, dan kebebasan. Pada era ini muncul kesadaran bersama untuk mengembalikan IPNU pada garis kelahirannya, yaitu kembali ke basis Pelajar dan santri yang telah ditinggalkan. Kesadaran ini  diperkuat dengan munculnya Deklarasi Makassar pada kongres IPNU XIII di Makassar.
Kesemuanya tadi mendorong IPNU untuk kembali pada tujuannya semula. Sebab disadari bahwa ternyata selama ini IPNU belum banyak memberikan kontribusi bagi kader, masyarakat, dan negara. Disadari pula bahwa Pelajar dan Santri, sebagai kader yang memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan, masih membutuhkan pembinaan dan pengarahan yang tepat. Sehingga dirasa mendesak adanya suatu rumusan pandangan hidup organisasi berupa Prinsip Perjuangan IPNU untuk meningkatkan peran serta dalam pembangunan bangsa.

II. LANDASAN BERFIKIR

Sebagaimana ditetapkan dalam khittah 1926, Aswaja (Ahlussunnah wal jamaah) adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak bagi warga Nahdliyin. Sikap dasar itu yang menjadi watak IPNU, dengan watak keislamannya yang mendalam dan dengan citra keindonesiaannya yang matang. Semua itu kemudian diwujudkan dalam berfikir dan bersikap serta bertindak.
Cara Berfikir: Cara berfikir menurut IPNU sebagai gambaran dari ahlussunah wal jama’ah adalah cara berfikir teratur dan runtut dengan memadukan antara dalil naqli (yang berdasar Al qur’an dan Hadits) dengan dalil aqli (yang berbasis pada akal budi) dan dalil waqi’i (yang berbasis pengalaman). Karena itu, di sini, IPNU menolak cara berpikir yang berlandaskan pada akal budi semata, sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir bebas (liberal) dan kebenaran mutlak ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir materialistis (paham kebendaan). Demikian juga IPNU menolak pemahaman zahir (lahir) dan kelompok tekstual (langsung dari teks), karena tidak memungkinkan memahami agama dan kenyataan sosial secara mendalam.
         Cara Bersikap: IPNU memandang dunia sebagai kenyataan yang beragam; karena itu keberagaman diterima sebagai kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni menjaga dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar kehidupan harmonis (selaras), saling mengenal (lita’arofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat (selalu mengambil jalan tengah) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut. Dengan demikian IPNU juga menolak semua sikap yang mengganggu keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut.
          Cara Bertindak: Dalam bertindak, aswaja mengakui adanya kehendak Allah (taqdir) tetapi aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia pikiran dan kehendak. Karena itu dalam bertindak aswaja IPNU sebagaimana dirumuskan Imam Abu Hasan Al Asy’ari, tidak bersikap menerima begitu saja dan menyerah kepada nasib dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha untuk mencapai taqdir Allah dengan istilah kasab (usaha). Namun demikian, tidak harus berarti bersifat antroposentris (mendewakan manusia), bahwa manusia bebas berkehendak (seperti Qodariyah). Tindakan manusia tidak perlu di batasi dengan ketat, karena akan dibatasi oleh alam, oleh sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor itu. Dengan demikian tindakan aswaja IPNU bukan tindakan yang sekuler melainkan sebuah proses pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.

III. LANDASAN BERSIKAP

Sebagai seorang kader IPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan berorganisasi harus tetap memegang teguh nilai-nilai yang diusung dari norma dasar keagamaan Islam ala ahlussunnah wal jama’ah dan norma yang bersumber dari sikap kemasyarakatan. Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU.

Nilai-nilai tersebut adalah:

1.     Diniyyah/agama

  1. Tauhid (at-tauhid) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah swt. Sebagai ruh dan sumber inspirasi berpikir dan bertindak.
  2. Persaudaraan dan persatuan (al-ukhuwwah wal-ittihad) dengan mengedepankan sikap mengasihi (welas asih) sesama makhluk.
  3. Keluhuran moral (al-akhlaqul karimah) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran  (as-shidqu). Bentuk kebenaran dan kejujuran yang dipahami:
As-shipqu ila llah.  Sebagai pribadi yang beriman selalu  melandasi diri dengan perilaku benar dan jujur, karena setiap tindakan  senantiasa dilihat sang khalik.
Ashidqu ila ummah, sebagai makhluk sosial dituntut bersikap kesalehan dalam bermasyarakat, jujur dan benar kepada masyarakat dengan senantiasa melakukan pencerahan terhadap masyarakat.
Ash shidqu ila an-nafsi, jujur dan benar kepada  diri sendiri merupakan sikap perbaikan diri dengan semangat peningkatan kualitas diri.
Amar ma;ruf nahy munkar, sikap dakwah selalu menyerukan kebaikan dan mencegah segala bentuk kemunkaran.

2.     Keilmuan, prestasi, dan kepeloporan

a.     menunjunjung tinggi ilmu pngetahuan dan teknologi dengan semangat peningkatan kualitas SDM IPNU dan menghargai ahli-ahli atau sumber pengetahuan secara proporsional.
b.    Menunjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
c.     Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.

3.     Sosial kemasyarakatan

a.     Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara dengan semangat mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
b.    Selalu siap mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.

4.     Keikhlasan dan loyalitas

a.     menjunjung tinggi sifat keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang
b.    menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa, dan negara dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan IPNU.

IV. LANDASAN BERORGANISASI
1. Ukhuwwah

Sebuah gerakan mengandaikan sebuah kebersamaan, karena itu perlu diikat dengan ukhuwah (persaudaraan) atau solidaritas (perasaan setia kawan)  yang kuat (al urwatul wutsqo) sebagai perekat gerakan tersebut. Adapun gerakan ukhuwah  IPNU adalah meliputi :

a. Ukhuwwah Nahdliyyah

Sebagai gerakan yang berbasis NU ukhuwah nahdliyah harus menjadi prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk fanatisme (keyakinan sempit) kelompok, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh ukhuwah yang lain sebab hanya kaum nahdiyin yang mempunyai sistem pemahaman keagamaan yang mendalam dan bercorak sufistik (kesederhanaan) yang moderat dan selalu menghargai perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi adat, kepercayaan dan agama yang ada.
Karena itu kader IPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah penyimpangan. Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah pudar karena tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk kepentingan pribadi. Ukhuwah nahdliyah berperan sebagai penggodokan dan pemotongan ukhuwah yang lain. Karena ukhuwah bukanlah tanggapan yang bersifat serta merta, melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan yang utuh serta matang yang secara terus menerus perlu dikuatkan.

b. Ukhuwwah Islamiyyah

Ukhuwah Islamiyah mempunyai ruang lingkup lebih luas yang melintasi aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa landasan tersebut Ukhuwah Islamiyah sering diselewengkan oleh kelompok tertentu untuk menguasai yang lain, sehingga menjadi ukhuwah kusir kuda, yang satu menjadi tuan besar yang lain diperlakukan sebagai kuda tunggangan.
Ukhuwah Islamiyah semacam itu harus ditolak, sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah serta adil. Ukhuwah tersebut dijalankan untuk kesejahteraan umat Islam serta tidak diarahkan untuk menggangu ketentraman agama atau pihak yang lain. Dengan ukhuwah islamiyah yang jujur dan adil itu umat  Islam Indonesia dan seluruh dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan iman, budaya dan masyarakat Islam secara keseluruhan.

c. Ukhuwwah Wathaniyyah

Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka IPNU berkewajiban untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathoniyah (solidaritas nasional). Dalam kenyataannya bangsa ini tidak hanya terdiri dari berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai berbagai pandangan hidup.
Bagi IPNU yang lahir dari akar budaya bangsa ini tidak pernah mengalami ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab keislaman IPNU adalah bentuk dari Islam Indonesia (Islam yang berkembang dan melebur dengan tradisi dan budaya Indonesia) bukan Islam di Indonesia (Islam yang baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia). Karena itu IPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah wathoniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya ukhuwah wathoniyah ini keberadaan NU, umat Islam dan agama lain terjaga. Dan bila seluruh bagian bangsa ini kuat, maka akan disegani bangsa lain dan mampu menahan serangan dari bangsa lain yang ingin menjajah bangsa ini. Dalam kepentingan itulah IPNU selalu gigih menegakkan ukhuwah wathoniyah sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung martabat bangsa Indonesia.

d. Ukhuwwah Basyariyyah

Walaupun NU memegang teguh prinsip ukhuwah Nahdliyah, Islamiyah dan Wathoniyah, tetapi NU tidak berpandangan dan berukhuwah sempit, melainkan tetap menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh dunia, menolak pemerasan dan penjajahan (imperialisme dan neoimperialisme) satu bangsa atas bangsa lainnya karena hal itu mengingkari martabat kemanusiaan.
Menggugat kenyataan ini maka penciptaan tata  dunia yang adil tanpa penindasan dan peghisapan merupakan keniscayaan. Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan tindakan moral yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan.
Ukhuwah Basyariyah memandang manusia sebagai manusia tidak tersekat oleh tembok agama, warna kulit atau pandangan hidup; semuanya ada dalam satu persaudaraan dunia. Persaudaran ini tidak bersifat pasif (diam di tempat), tetapi selalu giat membuat inisiatif (berikhtiar) dan menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru yang jauh dari penjajahan, yang lebih berguna bagi kondisi manusia masa kini dan yang akan datang.


2. Amanah

Dalam kehidupan yang serba bersifat duniawi (kebendaan), sikap amanah mendapat tantangan besar. Namun demikian perlu terus dipertahankan. Sikap amanah (saling percaya) ditumbuhkan dengan membangun kejujuran baik pada diri sendiri maupun pihak lain.
Sikap tidak jujur akan menodai prinsip amanah, karena itu pelakunya harus dikenai sangsi organisasi secara tegas. Amanah sebagai roh gerakan harus terus dipertahankan, dibiasakan dan diwariskan secara turun temurun dalam sikap dan perilaku sehari-hari.

3. Ibadah (pengabdian)

Berjuang dalam NU untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU, umat, bangsa, dan seluruh umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU bukan untuk mencari penghasilan mencari pengaruh atau mencari jabatan. Tetapi memiliki tugas berat dan mulia.
Dengan semangat pengabdian itu mereka akan gigih dan ikhlas membangun dan memajukan IPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU hanya dijadikan tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk memproleh kepentingan pribadi atau golongan. Selama ini IPNU terbengkalai karena hilangnya rasa pengabdian bagi para pengurusnya sehingga tidak giat di kantor, tidak mempunyai prakarsa menggerakkan kader organisasi dan tidak melakukan terobosan pemikiran atau langkah terobosan yang nyata, seperti penataan organisasi serta mengelola pola kerja.
Maka semangat pengabdian itu yang harus dinamakan dalam gerakan agar NU berkembang lebih dinamis dengan banyaknya sukarelawan yang siap berjuang mengembangkan organisasi.

4. Asketik (Kesederhanaan)

Sikap amanah dan pengabdian muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap materialistik (hubbud dunya) akan menggerogoti sikap amanah dan akan merapuhkan semangat pengabdian, karena dipenuhi pamrih duniawi. Maka, sikap zuhud adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU. Sikap ini bukan berarti anti duniawi atau anti kemajuan, akan tetapi menempuh hidup sederhana, tahu batas, tahu kepantasan sebagaimana diajarkan oleh para salafus sholihin (orang-orang shaleh terdahulu) Dengan sikap asketik itu keutuhan dan mutu perjuangan IPNU akan terjaga, sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.

5. Non Kolaborasi

Landasan berorganisasi yang ke-5 ini perlu ditegaskan kembali, mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing yang menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk memandirikan, melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan terhadap khittah serta prinsip-prinsip gerakan NU secara umum, melalui campur tangan dan pemaksaan ide dan agenda mereka.
Karena itu untuk menjaga kemandirian, maka gerakan IPNU menolak untuk berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan pemodal asing baik secara akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya kader-kader IPNU berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan sendiri, sistem politik dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya sejarah bangsa nusantara sendiri.

6. Komitmen Pada Korp

Untuk menerapkan prinsip-prinsip serta menggerakkan roda organisasi maka perlu adanya kesetiaan dan kekompakan dalam korp (himpunan) organisasi. Karena itu seluruh korp harus secara bulat menerima keyakinan utama yang menjadi pandangan hidup (akidah ideologi) dan seluruh prinsip organisasi.
Demikian juga pimpinan tidak hanya cukup menerima ideologi akidah serta prinsip pergerakan tetapi harus menjadi pelopor, teladan dan penggerak prinsip-prinsip tersebut. Segala kebijakan pimpinan haruslah mencerminkan suara seluruh anggota organisasi. Dengan demikian seluruh korp harus tunduk dan setia pada pimpinan.
Dalam menegakkan prinsip dan melaksanakan program pimpinan harus tegas memberi ganjaran dan sanksi pada korp, demikian juga harus berani bersikap terbuka dan tegas pada pimpinan dan berani menegur dan meluruskan bila terjadi penyimpangan.

7. Kritik-Otokritik

Untuk menjaga keberlangsungan organisasi serta memperlancar jalannya program maka perlu adanya cara kerja organisasi. Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kemandekan atau bahkan penyimpangan maka dibutuhkan semacam peraturan sebagai kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik (saling koreksi dan introspeksi diri). Kritik-otokritik ini bukan dilandasi semangat permusuhan tetapi dilandasi semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi lancarnya roda organisasi IPNU.

VI. JATI DIRI IPNU
  1. Hakikat dan Fungsi IPNU
  1. Hakikat
IPNU adalah wadah perjuangan Pelajar NU untuk mensosialisasikan komitmen nilai-nilai keislaman, kebangsaan, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran dalam upaya penggalian dan pembinaan kemampuan yang dimiliki sumber daya anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

  1. Fungsi
IPNU berfungsi sebagai:
a.                   wadah berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader akidah.
b.                   Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader ilmu
c.                    Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader organisasi.
Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran panggilan dan pembinaan (target kelompok) IPNU adalah setiap Pelajar bangsa yang syarat keanggotaannya, sebagaimana ketentuan dalam PD/PRT IPNU

  1. Posisi IPNU
  1. Interen (dalam lingkungan NU)
IPNU sebagai perangkat dan badan otonom NU, secara kelembagaan memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dengan badan-badan otonom lainnya, yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Masing-masing badan yang berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan melihat kelompok yang menjadi sasaran dan bidang garapannya masing-masing.

  1. Eksteren (di luar lingkungan NU)
IPNU adalah bagian dari  generasi muda  Indonesia yang memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia dan merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita perjuangan NU serta cita-cita bangsa Indonesia.

  1. Orientasi  (Tujuan) IPNU
Orientasi IPNU berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya untuk senantiasa menempatkan pergerakan pada ranah keterpelajaran dengan kaidah “belajar, berjuang, dan bertaqwa,” yang bercorak dasar dengan wawasan kebangsaan, keislaman, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran.

a.     Wawasan kebangsaan
Wawasan kebangsaan ialah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang mengakui keberagaman masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hakekat dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian terhadap nasib bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan, persamaan, dan demokrasi.

b.    Wawasan keislaman
Wawasan keislaman adalah wawasan yang menempatkan ajaran agama Islam sebagai sumber dorongan dan ilham dalam memberikan makna dan arah pembangunan manusia. Ajaran Islam sebagai ajaran yang merahmati seluruh alam, mempunyai sifat memperbaiki dan menyempurnakan seluruh nilai-nilai  kemanusiaan. Oleh karena itu, IPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut dan I’tidal. Menunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bersikap membangun dan menghindari sikap tatharruf (ekstrem, melaksanakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan dan kezaliman); tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat, baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan; tawazun, seimbang dan menjalin hubungan antar manusia dan Tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya; amar ma’ruf nahy munkar, memiliki kecenderungan untuk melaksanakan usaha perbaikan, serta mencegah terjadinya kerusakan harkat kemanusiaan dan kerusakan lingkungan, mandiri, bebas, terbuka, bertanggung jawab dalam berfikir, bersikap, dan bertindak.

c.     Wawasan keilmuan
Wawasan keilmuan adalah wawasan yang menempatkan ilmu pengetahuan  sebagai alat  untuk  mengembangkan kecerdasan anggota dan kader. Sehingga ilmu pengetahuan memungkinkan anggota untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya dan tidak menjadi beban sosial lingkungan. Dengan ilmu pengetahuan, akan mencetak kader mandiri, memiliki harga diri, dan kepercayaan diri sendiri dan dasar kesadaran yang wajar akan kemampuan dirinya dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang berguna.

d.    Wawasan kekaderan
Wawasan kekaderan ialah wawasan yang menempatkan organisasi sebagai wadah untuk membina anggota, agar menjadi kader–kader yang memiliki komitmen terhadap pandangan hidup dan cita–cita perjuangan organisasi, bertanggungjawab dalam mengembangkan dan membentengi organisasi, juga diharapkan dapat membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam ala Ahlussunnah wal jamaah, memiliki wawasan kebangsaan yang luas dan utuh, memiliki komitmen terhadap ilmu pengetahuan, serta memiliki kemampuan teknis mengembangkan organisasi, kepemimpinan, kemandirian, dan populis.

e.     Wawasan Keterpelajaran
Wawasan keterpelajaran ialah wawasan yang menempatkan organisasi dan anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat keutamaan) pemberdayaan sumberdaya manusia terdidik yang berilmu, berkeahlian, dan mempunyai pandangan ke depan, yang diikuti kejelasan tugas sucinya, sekaligus  rencana yang cermat dan pelaksanaannya yang berpihak pada kebenaran, kejujuran, serta amar ma’ruf nahi munkar. Wawasan ini mensyaratkan watak organisasi dan anggotanya untuk senantiasa memiliki hasrat ingin tahu, belajar terus menerus, dan mencintai masyarakat belajar. Mempertajam kemampuan mengurai dan menyelidik persoalan, kemampuan menyelaraskan berbagai pemikiran, agar dapat membaca kenyataan dan gerak kehidupan yang sesungguhnya;
terbuka menerima perubahan, pandangan dan cara-cara baru, menjunjung tinggi nilai, norma, kaidah dan tradisi serta sejarah keilmuan dan memandang ke masa depan.

Ditetapkan Jakarta

                                                                                                                                       11 Juli 2006 M 

                                                                   PRESIDIUM           




Pimpinan Sidang

Sekretaris Sidang

Anggota

( Amin Latif )
( Ahmad Arda Billi )
( Mansur Salim )









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top