Sesungguhnya
pendorong berdirinya NU oleh para ulama dan kaum pesantren adalah semakin
meningkatnya kesadaran akan pentingnya kerjasama yang lebih teratur antara
mereka didalam memperjuangkan izzul islam wal mukminin dalam bingkai ahlusunah
waljamaah.
Dorongan kerjasama ini dipicu oleh peristiwa “Konperensi Khilafah” yang diadakan oleh permeritah Saudi Arabia, sebab setelah selesai perang dunia ke- 2 dan Kesultanan Turki diakui sebagai khilafah islamiyah jatuh karena revolusi yang dipimpina oleh Kamal Atatruk rupanya Pemerintah Saudi Arabia berambisi untuk memangku “Khilafah Turki” tersebut. Maka dirancanglah Konperensi International Khilafah Islamiyah di Mekkah dan diundanglah perwakilan – perwakilan Negara-negara islam, termasuk
Dengan alasan yang kurang maton susunan Anggota Komite
berubah, KH. Wahab Hasbullah tidak jadi masuk menjadi anggota delegasi, karena
tidak “mewakili organisasi” apapun, secara tidak langsung ini sebuah penghinaan
terhadap ulama pesantren yang sesungguhnya besar pengaruhnya dan posisinya
terhadap umat Islam di Indonesia.
Karena kemungkinan bergabung dengan delegasi umat Islam
Indonesia sudah tertutup, maka para Ulama berusaha dengan kekuatan sendiri untuk
mengirim delegasi Ulama Ahlu sunnah wal jamaah Indonesia menghadap Pemerintah
Saudi Arabia. Untuk keperluan itu maka dibentuklah “Komite Hijaz” sebuah
panitia untuk memobilisasi kekuatan dan dukungan umat bagi terlaksananya kerja
besar ini.
Segala kebutuhan dapat disapkan meskipun dalam keadaan
pas-pasan. Delegasinya hanya KH. Wahab Hasbullah sendiri, seorang penasehat
dari Mesir yaitu Syekh Ghonaim (untuk memperbesar wibawa delegasi)sekretarisnya
diambilkan dari mahsantri Indonesia yang ada di Arab Saudi, yaitu KH. Dachlan
dari Nganjuk (untuk menhemat dana) ketika delegasi akan berangkat, berbisik pikiran
untuk “mempermanenkan” Komite Hijaz itu untuk menjadi organisasi yang tetap,
yaitu Nahdlatul Ulama.
Jamiyah Nahdlatul Ulama didirikan di surabya pada tanggal
6 rojab 1344 H bertepatan dengan 31 Januari 1926 M, dengan pendirinya anatar
lain : KH. Hasyim As’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Samsuri, KH. Ridwan
Abdullah, KH. Mas Alwi Abdul Azizi dan lain – lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar