Manusia tidak akan pernah lepas dari
berkomunikasi, satu dengan yang lainnya. Terkadang untuk suatu keperluan dan
terkadang juga sekadar basa-basi. Tapi, kadangkala adab dalam bercakap-cakap
ini diabaikan, sehingga tidak sedikit membuat kesal dan tersinggung lawan
bicaranya.
Karena itu, inilah beberapa etika
yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh dengan
hikmah:
1.
Berbicara santun, tidak nyerocos sendiri.
Tak
jarang ada seorang yang banyak bicara mengenai segala hal tanpa ada
manfaat-nya, seolah-olah dialah yang paling tahu dan ahli dalam segala bidang.
la menganggap diamnya orang di depannya menandakan ia kagum dengan
pembicaraannya, sehingga ia pun memperpanjangnya. Dari Abu Tsalabah al-Khusyani
رضي الله عنه,
Rasulullah صلى الله عليه وسلم
bersabda:
"Sesungguhnya orang yang paling
aku cintai dan paling dekat denganku di akhirat adalah yang ter-baik akhlaknya
di antara kalian dan yang paling jauh dariku di akhirat adalah yang paling
jelek akhlaknya; yang banyak bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang.
"[1]
Berkata
Syaikh Abdurrahman as-Sa'di رحمه الله,
"Sesungguhnya adab syar'i dan kesopanan menurut kebiasaan orang adalah
dengan memberi kesempatan yang lain berbicara, karena mereka semua memiliki
bagian untuk itu. Kecuali bagi anak-anak kecil (pemula) dengan orang-orang tua,
hendaknya mereka memelihara adab dengan tidak berbicara, kecuali sebagai bentuk
jawaban untuk yang lainnya."[2]
2.
Tidak bicara mengangkat diri sendiri
hanya sekadar untuk suatu kebanggaan.
Termasuk
dalam hal ini adalah membicarakan perihal kecerdasan anaknya, kekayaan suaminya
atau tentang kegesitan istrinya mengatur rumah tangga. Pada asalnya memuji diri
sendiri adalah terlarang, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Najm ayat 32:
Imam
An-Nawawi رحمه الله
berkata, "Ketahuilah, bahwa menyebut kebaikan diri sendiri ada dua macam,
ada yang tercela dan ada yang terpuji.
Yang tercela yaitu ia menceritakannya untuk
kebanggaan, menampakkan kelebihan dan tampil beda dengan yang lain atau semisal
itu.
Yang terpuji jika hal iru diceritakan untuk
suatu kemaslahatan agama seperti, amar ma'ruf nahi mungkar, menasihati,
mengajar, mendidik, memberikan wejangan, mengingatkan, mendamaikan antara dua
orang, menghindarkan diri dari bahaya dan semisal itu. Dengan menyebutkan
kebaikan-kebaikan tersebut ia meniatkan agar pendapatnya akan mudah diterima
dan dapat dijadikan teladan."[3]
3.
Hati-hati ketika bicara agar tidak
menyinggung perasaan orang yang diajak bicara.
Berkata
Amr bin al-Ash رضي الله عنه,
"Ketergelinciran kaki adalah tulang yang bisa diluruskan, sedang
ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang yang hidup kecuali akan
dibinasakan) dan tidak membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan
kembali)."[4]
4.
Tidak terlalu banyak bertanya yang
tidak perlu atau terlalu cepat menjawab suatu pertanyaan.
Termasuk
aib bagi seseorang jika ia terlalu cepat menjawab suatu pertanyaan sebelum yang
bertanya menyelesaikan soalnya, atau menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada
orang lain, bukan kepada dirinya. Umar bin Abdul Aziz رحمه الله berkata, 'Ada dua perangai yang tidak akan
menjauhkan kamu dari kebodohanya yaitu, terlalu cepat berpaling dan
menjawab."[5]
5.
Tidak melayani pembicara orang-orang
rendahan dan pandir.
Berkata
Ibnu Abbas رضي الله عنهما
"Janganlah kau bertengkar dengan orang penyantun dan orang pandir, karena
orang penyantun akan membencimu dan orang pandir akan menyakitimu."[6]
6.
Bicara sesuai dengan situasi dan
kondisi majelis.
Tidaklah
layak jika seseorang bergurau di kala tema pembicaraan sangat serius atau
berusaha membuat orang tertawa di kala situasi sedang sedih.
Berkata
Syaikh as Sa'di رحمه الله,
"Termasuk adab yang baik adalah berbicara dengan setiap orang sesuai
dengan keadaan dan kedudukannya. Berbicara dengan ulama dengan belajar,
mengambil manfaat dan menghormatinya. Dengan para penguasa dan pemimpin adalah
dengan menghormati dan berbicara lembut serta sopan yang sesuai dengan
kedudukan mereka. Dengan saudara dan sahabat adalah perkataan yang baik,
bertukar pikiran tentang agama dan dunia serta bermuka ceria yang dapat
menghilangkan kekakuan dan menghiasi majelis. Tidak mengapa bercanda asalkan
jujur. Dengan para murid adalah dengan memberikan manfaat. Dengan keluarga dan
kerabat adalah mengajari mereka kemaslahatan agama dan dunia, pendidikan rumah
tangga dan menganjurkan mereka melakukan amalan yang bermanfaat buat mereka
dengan dibarengi wajah ceria dan gurau, karena merekalah orang yang paling
berhak dengan kebaikanmu. Dan kebaikan terbesar adalah mempergauli mereka
dengan baik. Dengan para faqir miskin, berbicara dengan tawadhu', merendahkan
diri dan menjauhi mengangkat diri serta bicara sombong terhadap mereka."[7]
7.
Ketahui jika lawan bicara bosan.
Ibnu
Mas'ud رضي الله عنه
berkata, "Ajaklah bicara orang selama ia menghadapkan diri kepadamu dengan
pendengarannya dan memperhatikanmu dengan pandangannya. Jika engkau melihat
mereka bosan, maka berhentilah bicara."[8]
8.
Menghargai pembicaraan seseorang
sekalipun ia lebih tahu tentang hal itu.
Mu'adz
bin Sa'd al-A'war رحمه الله
berkata, "Saya pernah duduk di samping Atha' bin Abi Rabah رحمه الله, lalu ada seorang yang menyampaikan suatu
hadits, lantas ada yang meremehkan haditsnya. Atha' pun marah seraya berkata,
"Perangai apa ini?! Sungguh, saya mendengar hadits dari orang lain
sedangkan saya lebih mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya
perlihatkan kepada orang itu seolah-olah saya tidak tahu apa-apa."[9]
9.
Tidak meninggalkan teman duduknya
hingga menyelesaikan pembicaraan.
Abu
Mijlaz رحمه الله
berkata, "Jika ada seseorang yang duduk dengan maksud menyampaikan sesuatu
kepadamu, maka janganlah beranjak sampai engkau meminta izinnya."[10]
10.
Jangan terlalu cepat memvonis.
Tatkala
saudaranya berbicara tentang sesuatu, ia lantas mengucapkan, "Bukan
begitu!", "Itu bohong!" dan semisalnya. Abdullah bin Amr bin
al-Ash رضي الله عنه
berkata, "Ada tiga orang dari Quraisy yang paling baik akhlaknya, paling
putih wajahnya dan paling pemalu. Jika kalian ceritai mereka, mereka tidak akan
mendustakan kalian. Jika kalian menceritakan sesuatu yang benar atau keliru,
mereka tidak lantas mendustakannya; merekalah Abu Bakar, Utsman bin Affan dan
Abu Ubaidah bin al-Jarrah رضي الله عنهم."[11]
11.
Berusaha bercakap-cakap dengan
anak-anak kecil
untuk melatihnya berbicara, menambah pengalaman dan pengetahuan mereka,
menguatkan akal mereka dan menambah keberanian serta percaya diri mereka.
12.
Tidak mengeraskan suara tatkala berada di dalam majelis. (QS. Luqman ayat
19)
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ
“Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu,..”
13.
Hindari banyak membicarakan wanita.
Ahnaf
bin Qais رحمه الله
berwasiat, "Jauhkanlah majelis kita dari membicarakan wanita dan makanan.
Saya tidak suka orang yang gemar menyifati kemaluan dan perutnya."[12]
Walhamdulillah[]
[1]
HR. Ahmad 4/193-194, Ibnu Hibban: 482,
dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Shahihah:
791.
[2]
Ar-Riyadhah
an-Nadhirah: 549.
[3]
Al-Adzkar:
246-247.
[4]
Bahjatul
Majalis 1/87.
[5]
'Uyunul
Akhbar 2/39.
[6]
Al
'Uzlah, oleh al-Khaththabi: 134-135. Lihat juga dalam surat al-A'raf ayat
199.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ
وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah
orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang
bodoh.” (QS. Al-A’raf/7:199) Ibnu Majjah
[7]
Ar-Riyadh
an Nadhirah: 458-459.
[8]
Zahrul
Adab 1/195.
[9]
Raudhatul
'Uqola':72.
[10]
Al-Muntaqa
min Makarimil Akhlaq: 153.
[11]
'Uyunul
Akhbar 3/23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar