Jumat, 12 Desember 2014

Etika Berbicara

Tidak ada komentar:
Manusia tidak akan pernah lepas dari berkomunikasi, satu dengan yang lainnya. Terkadang untuk suatu keperluan dan terkadang juga sekadar basa-basi. Tapi, kadangkala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan, sehingga tidak sedikit membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya.

Karena itu, inilah beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh dengan hikmah:

1.    Berbicara santun, tidak nyerocos sendiri.
Tak jarang ada seorang yang banyak bicara mengenai segala hal tanpa ada manfaat-nya, seolah-olah dialah yang paling tahu dan ahli dalam segala bidang. la menganggap diamnya orang di depannya menandakan ia kagum dengan pembicaraannya, sehingga ia pun memperpanjangnya. Dari Abu Tsalabah al-Khusyani رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di akhirat adalah yang ter-baik akhlaknya di antara kalian dan yang paling jauh dariku di akhirat adalah yang paling jelek akhlaknya; yang banyak bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang. "[1]

Berkata Syaikh Abdurrahman as-Sa'di رحمه الله, "Sesungguhnya adab syar'i dan kesopanan menurut kebiasaan orang adalah dengan memberi kesempatan yang lain berbicara, karena mereka semua memiliki bagian untuk itu. Kecuali bagi anak-anak kecil (pemula) dengan orang-orang tua, hendaknya mereka memelihara adab dengan tidak berbicara, kecuali sebagai bentuk jawaban untuk yang lainnya."[2]

2.    Tidak bicara mengangkat diri sendiri hanya sekadar untuk suatu kebanggaan.
Termasuk dalam hal ini adalah membicarakan perihal kecerdasan anaknya, kekayaan suaminya atau tentang kegesitan istrinya mengatur rumah tangga. Pada asalnya memuji diri sendiri adalah terlarang, sebagaimana firman Allah  dalam surat an-Najm ayat 32:

Imam An-Nawawi رحمه الله berkata, "Ketahuilah, bahwa menyebut kebaikan diri sendiri ada dua macam, ada yang tercela dan ada yang terpuji.

Yang tercela yaitu ia menceritakannya untuk kebanggaan, menampakkan kelebihan dan tampil beda dengan yang lain atau semisal itu.

Yang terpuji jika hal iru diceritakan untuk suatu kemaslahatan agama seperti, amar ma'ruf nahi mungkar, menasihati, mengajar, mendidik, memberikan wejangan, mengingatkan, mendamaikan antara dua orang, menghindarkan diri dari bahaya dan semisal itu. Dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan tersebut ia meniatkan agar pendapatnya akan mudah diterima dan dapat dijadikan teladan."[3]

3.    Hati-hati ketika bicara agar tidak menyinggung perasaan orang yang diajak bicara.
Berkata Amr bin al-Ash رضي الله عنه, "Ketergelinciran kaki adalah tulang yang bisa diluruskan, sedang ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang yang hidup kecuali akan dibinasakan) dan tidak membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan kembali)."[4]

4.    Tidak terlalu banyak bertanya yang tidak perlu atau terlalu cepat menjawab suatu pertanyaan.

Termasuk aib bagi seseorang jika ia terlalu cepat menjawab suatu pertanyaan sebelum yang bertanya menyelesaikan soalnya, atau menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada orang lain, bukan kepada dirinya. Umar bin Abdul Aziz رحمه الله berkata, 'Ada dua perangai yang tidak akan menjauhkan kamu dari kebodohanya yaitu, terlalu cepat berpaling dan menjawab."[5]

5.    Tidak melayani pembicara orang-orang rendahan dan pandir.
Berkata Ibnu Abbas رضي الله عنهما "Janganlah kau bertengkar dengan orang penyantun dan orang pandir, karena orang penyantun akan membencimu dan orang pandir akan menyakitimu."[6]

6.    Bicara sesuai dengan situasi dan kondisi majelis.
Tidaklah layak jika seseorang bergurau di kala tema pembicaraan sangat serius atau berusaha membuat orang tertawa di kala situasi sedang sedih.

Berkata Syaikh as Sa'di رحمه الله, "Termasuk adab yang baik adalah berbicara dengan setiap orang sesuai dengan keadaan dan kedudukannya. Berbicara dengan ulama dengan belajar, mengambil manfaat dan menghormatinya. Dengan para penguasa dan pemimpin adalah dengan menghormati dan berbicara lembut serta sopan yang sesuai dengan kedudukan mereka. Dengan saudara dan sahabat adalah perkataan yang baik, bertukar pikiran tentang agama dan dunia serta bermuka ceria yang dapat menghilangkan kekakuan dan menghiasi majelis. Tidak mengapa bercanda asalkan jujur. Dengan para murid adalah dengan memberikan manfaat. Dengan keluarga dan kerabat adalah mengajari mereka kemaslahatan agama dan dunia, pendidikan rumah tangga dan menganjurkan mereka melakukan amalan yang bermanfaat buat mereka dengan dibarengi wajah ceria dan gurau, karena merekalah orang yang paling berhak dengan kebaikanmu. Dan kebaikan terbesar adalah mempergauli mereka dengan baik. Dengan para faqir miskin, berbicara dengan tawadhu', merendahkan diri dan menjauhi mengangkat diri serta bicara sombong terhadap mereka."[7]

7.    Ketahui jika lawan bicara bosan.
Ibnu Mas'ud رضي الله عنه berkata, "Ajaklah bicara orang selama ia menghadapkan diri kepadamu dengan pendengarannya dan memperhatikanmu dengan pandangannya. Jika engkau melihat mereka bosan, maka berhentilah bicara."[8]

8.    Menghargai pembicaraan seseorang sekalipun ia lebih tahu tentang hal itu.
Mu'adz bin Sa'd al-A'war رحمه الله berkata, "Saya pernah duduk di samping Atha' bin Abi Rabah رحمه الله, lalu ada seorang yang menyampaikan suatu hadits, lantas ada yang meremehkan haditsnya. Atha' pun marah seraya berkata, "Perangai apa ini?! Sungguh, saya mendengar hadits dari orang lain sedangkan saya lebih mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya perlihatkan kepada orang itu seolah-olah saya tidak tahu apa-apa."[9]

9.    Tidak meninggalkan teman duduknya hingga menyelesaikan pembicaraan.
Abu Mijlaz رحمه الله berkata, "Jika ada seseorang yang duduk dengan maksud menyampaikan sesuatu kepadamu, maka janganlah beranjak sampai engkau meminta izinnya."[10]

10.    Jangan terlalu cepat memvonis.
Tatkala saudaranya berbicara tentang sesuatu, ia lantas mengucapkan, "Bukan begitu!", "Itu bohong!" dan semisalnya. Abdullah bin Amr bin al-Ash رضي الله عنه berkata, "Ada tiga orang dari Quraisy yang paling baik akhlaknya, paling putih wajahnya dan paling pemalu. Jika kalian ceritai mereka, mereka tidak akan mendustakan kalian. Jika kalian menceritakan sesuatu yang benar atau keliru, mereka tidak lantas mendustakannya; merekalah Abu Bakar, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah رضي الله عنهم."[11]

11.    Berusaha bercakap-cakap dengan anak-anak kecil 

      untuk melatihnya berbicara, menambah pengalaman dan pengetahuan mereka, menguatkan akal mereka dan menambah keberanian serta percaya diri mereka.

12.    Tidak mengeraskan suara tatkala berada di dalam majelis. (QS. Luqman ayat 19)
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu,..”

13.    Hindari banyak membicarakan wanita.
Ahnaf bin Qais رحمه الله berwasiat, "Jauhkanlah majelis kita dari membicarakan wanita dan makanan. Saya tidak suka orang yang gemar menyifati kemaluan dan perutnya."[12]
Walhamdulillah[]




[1]   HR. Ahmad 4/193-194, Ibnu Hibban: 482, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Shahihah: 791.
[2]   Ar-Riyadhah an-Nadhirah: 549.
[3]   Al-Adzkar: 246-247.
[4]   Bahjatul Majalis 1/87.
[5]   'Uyunul Akhbar 2/39.
[6]   Al 'Uzlah, oleh al-Khaththabi: 134-135. Lihat juga dalam surat al-A'raf ayat 199.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf/7:199) Ibnu Majjah
[7]   Ar-Riyadh an Nadhirah: 458-459.
[8]   Zahrul Adab 1/195.
[9]   Raudhatul 'Uqola':72.
[10] Al-Muntaqa min Makarimil Akhlaq: 153.
[11] 'Uyunul Akhbar 3/23.
[12] Siyar A'lam an Nubala' 4/94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top